Sunday, November 22, 2009

LPSK Didesak Bentuk Komisi Etik

Pernahkah Anda bertanya-tanya apa sebenarnya dengan news? Laporan informatif ini dapat memberikan wawasan tentang segala sesuatu yang Anda pernah ingin tahu tentang news.
VIVAnews - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) diminta membentuk Komisi Etik atau Majelis Kehormatan untuk memeriksa dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketut Sudiharsa dan Myra Diarsi. Dua anggota LPSK itu terseret dalam kasus dugaan kriminalisasi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Demikian disampaikan sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Perlindungan Saksi dalam siaran pers yang diterima VIVAnews, Minggu, 22 November 2009.

Mereka yang tergabung dalam Koalisi Perlindungan Saksi antara lain, Danang Widoyoko (Koordinator Indonesia Corruption Watch), Uli Parulian (Direktur Indonesia Legal Resource Center), Nurkholis (Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta), Anggara (Direktur Institute for Criminal Justice Reform), dan Hendrayana (Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pers).

Jika Anda dasar apa yang Anda lakukan pada informasi yang tidak akurat, Anda mungkin tidak menyenangkan terkejut oleh konsekuensi. Pastikan Anda mendapatkan seluruh news cerita dari sumber-sumber informasi.

Mereka mengusulkan Komisi Etik yang dibentuk terdiri dari unsur LPSK dan anggota masyarakat yang integritas dan kualitasnya tidak diragukan. Komisi diminta bekerja secara objektif dan profesional dengan masa kerja paling lama dua minggu.

Hasil rekomendasi Komisi Etik selanjutnya ditindaklanjuti dalam rapat Paripurna LPSK, dan nantinya diserahkan kepada Presiden dan diumumkan kepada publik. Kerja Komisi Etik diperlukan sebagai bentuk pertanggungjawaban LPSK kepada masyarakat.
 
Selain itu, Koalisi Perlindungan Saksi juga meminta Ketua LPSK untuk menonaktifkan Ketut dan Myra selama proses pembentukan dan kerja Komisi Etik.

Terkuaknya rekaman pembicaraan antara Anggodo Widjoyo dan Ketut dinilai mencederai kepercayaan publik. Demikian pula dengan disebutnya nama Myra dalam pembicaraan yang diduga dalam upaya kriminalisasi terhadap dua pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah.

Tim Delapan atau Tim Verifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bibit dan Chandra juga menemukan dugaan kuat atas terjadinya fenomena Makelar Kasus (Markus) LPSK. Tim juga menemukan adanya permasalahan institusional dan personal di dalam tubuh LPSK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Tim kemudian merekomendasikan kepada presiden untuk mereposisi personel di tubuh LPSK.

¢ VIVAnews

Itulah keadaan berdiri sekarang. Perlu diketahui bahwa setiap subjek dapat berubah sepanjang waktu, jadi pastikan Anda mengikuti berita terbaru.

No comments:

Post a Comment